Hai temanku,
Lewat pesan ini inginku sampaikan, aku berat melepasmu. Aku sendiri tak memiliki alasan cukup kuat. Mengapa aku berat membiarkanmu jauh?
Apakah aku kehilangan? Bisa jadi.
Apakah kau berharga untukku? Bisa jadi.
Hanya jawaban itu yang bisa kulontarkan.
"Seandainya, engkau kan jadi milikku. Kan ku jaga kau selamanya, tak kan pernah ku sakiti hatimu," lagu yang ku dendangkan beberapa waktu belakangan. Petikan lirik dari Paul dan Gita berjudul Seandainya.
Iya, seandainya aku dan kamu masih bersama di sini. Kan ku jaga kau selamanya. Namun apa yang terjadi? Takdir berkata lain. Perpisahan ini memberikan jarak pada kita untuk saling berjalan di arah yang berbeda.
Ada satu lagi yang tak bosan aku putar di playlistku. Lagu terbaru dari Andien Aisyah, Indahnya Dunia.
"Telah lama ku di sini, menunggu kau kembali. Sendiri aku menghitung hari, tanpa kau ku sadari. Hingga kini, ku tunggu hingga nanti.
Meski waktu kan cepat berlalu, di kala senja terasa hampa. Ku ingin candamu dan hadirmu, agar aku bisa menikmati indahnya dunia."
Rasanya ingin menunggumu tanpa bosan. Namun manusia tak akan tahu masa depan seperti apa? Apakah takdir akan mempertemukan kita kembali? Atau sebaliknya? Aku tak tahu.
Ada satu hal yang begitu jelas saat ini. Aku merasa sedih berpisah denganmu. Terpaut jarak dan waktu hingga tahunan. Air mata dan kesendirian ini menjadi saksi bisu, aku tak rela melepasmu, teman. :)
Tulisan ini cukup lama mengendap di draft email. Jujur, dulu niatnya ingin kirim langsung ke seseorang yang dituju. Akan tetapi keberanian itu lenyap karena banyak hal.
Ada info terbaru selang tulisan ini dibuat. Bagian bertemu kembali, pada akhirnya bertemu kembali dengan cerita yang baru. Terima kasih ya sudah mengenal dan berteman denganku. Maaf kalau ada salah kata ya! Btw aku masih nyimpen foto kirimanmu lhooo🥰
Letters Projects: Pesan dari seseorang Gemini untuk manusia yang bertambah usianya
Cerita Vindia 12:00 AMfoto: Badha jadi wallpaper handphone |
8 Januari 2019.
Kepada anak perempuan yang gemar berpikir keras sampai binggung sendiri. Perempuan tersebut bernama Vindiasari.
Aku tahu perasaanmu kali ini sedang bahagia. Lihat saja postingan Cerita Vindia beberapa hari ke belakang. Kamu nggak punya pikiran jelek dan selalu memikirkan hal positif.
Jangan lupa bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Tuhan. Meskipun aku tahu, ada banyak pertanyaan yang terselip di benakmu. Kadang kamu penasaran perasaan orang sampai-sampai lupa perasaan sendiri. Sering kali bertanya tentang hal-hal, "bagaimana jika?"
"Inget, Vin. Nyaman itu jebakan."
"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap pada manusia," Ali bin Abi Thalib.
Inget ya, Vin.....
Sisa suratnya disimpan buat sendiri ya......
Tujuh sepuluh.
Sebelumnya pernah aku tulis di tumblr yang ku tambahkan di blog.
Belum lepas dari ingatan, memori masa kecil yang selalu membekas.
Hari demi hari ku lewati seperti anak kecil lainnya. Sekolah dan bermain sebagaimana anak sepantaranku. Bedanya, aku lebih dekat dengan nenek dan kakek karena mereka adalah orangtuaku--yang mengantikan peran sementara saat mama-papa bekerja.
Bangun pagi selalu dengan omelan mama dan kejahilan papa agar anak-anaknya beranjak dari tempat tidur. Bagaimana tidak mama marah-marah? Mama harus mengantar ketiga buah hatinya sekolah dengan jarak tempuh yang lumayan jauh. Maklumlah jarak rumah dengan sekolah terbilang jauh. Tak ayal, mama sering ngebut di jalanan demi anaknya masuk tepat waktu.
Satu motor berisi empat orang, mama sebagai pemegang kemudi. Aku dan kakak duduk di jok belakang sementara adikku masuk dalam jaket tebal mamaku. Entah kekuatan apa yang membuat mama bisa sekuat itu? Usai mengantarkan anak sekolah, mama melanjutkan kerja kantorannya.
Kesibukan mama membuatku salut. Bagaimana tidak? Bangun pagi, masak, siapin baju orang rumah, nyuci, mengantar anak sekolah. Pantas mama sering mengomel jika aku bandel tak menuruti ucapannya. Maafkan aku mah :(
Sekarang usia mama tak lagi muda. Sudah jadi nenek atau oma dengan satu cucu. Selalu sayang dengan anak-anaknya meski beberapa kali dibuat menangis. Sekarang memang jarang bertemu karena terpisah rumah. Sering kali aku mengirim pesan padanya, rindu masakan nasi goreng buatan mama.
Dariku yang belum keturutan mencicipi nasi goreng buatanmu, ma.
Kepada seseorang yang sering membuatku tersenyum,
Ada orang bilang bahagia itu sederhana.
Sering kali aku menyetujui ungkapan tersebut karena mengalaminya sendiri.
Tapi aku sering merasa kebahagiaan itu muncul karena ada sebab dan akibat yang sedikit rumit.
Mereka tak sesederhana yang dibayangkan.
Ada banyak hal yang membuat perasaan orang berubah.
Kejadian, orang, dan lainnya, bisa jadi penyebab perubahan.
Tanpa disadari, perasaan bisa berubah karena kehadiran seseorang.
Muka muram tanpa senyum terpatri di wajah..
Lalu sepersekian waktu, wajah itu perlahan merekah.
Menyunggingkan seulas senyum hingga tawa.
Nggak aku sadari, kamu datang mampu mengubah perasaanku dalam sekejap.
Kehadiranmu membuatku jadi tertawa padahal kamu tidak sedang melucu.
Sesederhana itu rasa bahagia hingga senyum merekah.
Kadang bahagia tanpa alasan.
Hanya mensyukuri apa yang terjadi.
Tapi pikiran dan celotehan banyak sudut pandang membuatnya rumit.
Untuk tersenyum pun susah. Pernah mengalaminya?
Aku sering hingga tak terhitung. Namun semua itu bisa berbalik keadaan.
Kebaikan, cerita, tanya jawab, atau sekadar berbalas senyum bisa memberikan rasa nyaman.
Terima kasih, aku ucapkan kepada para pemantik senyumku.
Kehadiranmu membuatku belajar merasakan kesederhanaan untuk bahagia.
Jangan berhenti menjadi dirimu.
Tanpa kamu sadari, kamu bisa membuat orang lain tersenyum bahagia.
Salah satunya, aku :)
Perjalanan Udara (doc. pribadi). |
Pernahkah kalian merasa merindukan seseorang.
Namun kamu tak bisa berbuat apa-apa.
Hanya bisa merasakan--betapa kamu ingin sekali mendengar, menatap, atau bertemu dengannya.
Jika boleh lebih, ingin sekali memeluknya.
Semua itu hanya bisa dibayangkan.
Tak bisa diwujudkan karena perbedaan dimensi.
Kamu tak bisa berbuat apapun, kecuali berdoa dan menangis.
Berdoa dalam hati sembari air mata menetes perlahan.
Hingga tersenyum miris, mendapati diri sendiri menangis.
Menangis merindukan seseorang.
Dari rindu yang terekam kalut, untuk salam yang dirundung pilu.
Aku kangen.
Masih dirasa yang sama, bulan kedelapan 2016.
XOXO
Untukmu,
Lelaki yang ku kenal Bang Toyib (bukan nama sebenarnya).
Aku mengenalmu sama halnya mengenal dunia kampus. Ya selama itu juga, aku belajar memahami banyak karakter orang. Sampai saat ini, aku masih mengenalmu, juga memahami karakter orang. Bedanya, aku denganmu memiliki jeda yang cukup banyak. Intensitas kita pun tak semulus jalan tol. Kadang kau hadir di sela kehidupanku, kadang juga kau pergi begitu saja. Ya mungkin maksudmu untuk menjalin silaturahmi denganku. Mungkin bagimu pula, cara tersebut mampu menjawab sesuatu hal tentangku atau melepas sebuah hal yang sedang kau rasakan. Entah ada berapa kemungkinan yang selalu aku ungkapan untuk mengatakan bahwa, hal yang kau lakukan selama ini, adalah hal biasa. Bukan apa-apa.
Dulu suatu ketika, ada kemungkinan lain kuat menjalar di benakku. Meruntuhkan dinding kokoh ketidakpedulianku terhadapmu. Aku mulai larut dalam suasana lain itu. Namun, ada hal lain yang menunjukkan. Aku tak boleh seperti ini. Aku harus mengendap. Mempertahankan seperti sebelumnya. Yep. Aku pun menerima keadaan itu dan menjadikanku endapan yang akan mengeras seiring waktu.
Kini dengan suasana baru, setelah sekian waktu. Lagi-lagi, kau kembali datang.
Apakah aku harus melarutkannya? atau mempertahankan endapan ini?
What should I do, dude?
XOXO